Kita selalu saja mengeluh dan berfikir bahwa Allah tidak adil kepada kita karena ujian-ujiannya selama ini, kita selalu menghujat Allah dengan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan atau di utarakan melalui hati, fikiran, ucapan-ucapan dan tindakan kita.
Bersyukur, ya...dengan ini kita akan merasakan begitu indah dan nikmatnya hidup ini, Bersyukur karena Allah masih memberikan nikmat hidup kepada kita, lantaran ini kita masih bisa memperbaiki diri dan memperbanyak amal ibadah untuk bekal kita kelak menghadap-Nya. bersyukur atas banyak nikmat yang ia berikan setiap saat kepada kita, atas nikmat sehat, pekerjaan, makanan, kemewahan, jabatan, anak, istri, pakaian, mobil mewah, motor dan kendaraan serta masih banyak nikmat lain, yang tanpa pernah kita sadari kita lalai untuk mensyukurinya.
Kenapa kita harus menyalahkan Allah? Apakah hal ini pantas? Ia berhak atas segala sesuatu yang ada didunia ini, kita semua milik-Nya, kita adalah hamba-hamba-Nya, kita hidup atas kehendak-Nya, bukan atas kehendak kita, kita semua hidup diatur oleh-Nya, bukan kita yang mengaturnya. Segala sesuatu yanga da didunia ini tidaklah kekal dan semua adalah titipan dan akan kembali kepada Allah, pantaskah kita mengeluh dan menyalahkan-Nya ketika sesuatu yang dititipkan atau diberikan kepada kita di ambil oleh-Nya? Kita ini hanya sibuk memikirkan hawa nafsu kita, sehingga ketika sesuatu yang hilang dari kita, kita menyalahkan Allah.
Berikut ini ada sebuah kisah tentang seorang wanita yang mempunya dua anak kecil, sedangkan suaminya kena PHK. Hampir saja ia putus asa, Tapi kemudian ia berdoa untuk mendapatkan yang terbaik untuk suami dan keluarganya. semoga kisah ini memberikan kita pelajaran yang baik untuk kita semua.
Kisah Seorang Wanita Yang Suaminya Pengangguran.
Wanita tersebut bernama Yane.
Dua tahun lalu, suami Yane, adalah Beni kehilangan pekerjaannya karena kena PHK. Hal ini menyebabkan rasa bagi yane dan suaminya karena pekerjaannya tersebut sangat menjanjikan. Selama 6 tahun, Beni sangat menikmati pekerjaannya di sebuah perusahaan distribusi multinasional untuk produk perawatan kulit. Namun karena perubahan struktur organisasi yang terjadi dalam perusahaan tersebut (yang sering terjadi di banyak perusahaan belakangan ini), ia di-PHK.
Yane memutuskan untuk bercerita tentang hal ini kepada kedua anaknya yang masih kecil walaupun itu sangat menyedihkan, kedua anaknya tersebut adalah Gabriel (6 tahun) dan Marga (4 tahun). Ia bercerita dengan sangat pelan-pelan kepada kedua anaknya tersebut. "Anak-anak, kita harus menjaga baik barang-barang kita…dan kita juga tidak boleh boros…karena ayah sekarang tidak punya pekerjaan lagi."
Gabriel kecil berkata, "Maksud ibu, ayah dipecat?" Yane terkejut mendengar kata-kata yang kasar tersebut. "Di mana kamu belajar tentang kata itu?!" Puteranya menjawab tanpa berbelit-belit, "Dari Peter Parker – Spiderman."
Tapi ya, PHK hanya merupakan kata yang lebih baik dari "Keluar, kami tidak lagi membutuhkanmu di sini." Kehilangan pekerjaan adalah selalu menyakitkan, sekalipun jika dibarengi dengan "pesangon". Di satu sisi Yane bersyukur atas "rejeki nomplok" itu, tapi di sisi lain Yane kuatir, sambil berfikir berapa lama keluarga mereka akan hidup dengan bergantung pada pesangon yang diberikan perusahaan suaminya itu.
Beberapa bulan pertama semua berjalan dengan baik. Beni suami yane mencoba mencari pekerjaan dan menerima panggilan dua panggilan interview rata-rata setiap minggu. Namun beberapa bulan menjadi setahun – dan terus berlanjut, panggilan interview semakin sedikit dan jarang.
Selama hampir dua tahun suaminya menganggur, Yane melalui kegelisahannya sendiri. Sebagai seorang ibu dari dua anak usia sekolah, ia melihat tabungan mereka yang semakin menipis. (Sebagai ukuran, ia pindah dari pekerjaan yang sudah ditekuninya selama 8 tahun, ke pekerjaan yang lebih tinggi bayarannya.)
Tapi di samping dana yang semakin berkurang, ia juga kuatir akan harga diri Beni. Bukan karena Beni tidak mencoba, namun kelihatannya memang tidak banyak kesempatan kerja bagi pria berumur dengan latar belakang dan pengalaman seperti yang dimiliki Beni. Sebenarnya ada dua pekerjaan yang ia terima, tapi keduanya hanya bertahan sebentar. Sebut saja sebuah konflik kepribadian atau ketidak-cocokan, tapi Beni tidak dapat melihat dirinya bekerja lama di sana. Dengan marah, Beni akan keluar lagi.
Dan pernikahan mereka pun mengalami kesulitan, karena sekarang Yanelah yang memberi penghasilan bagi keluarga. "Akankah ego suami saya bertahan selama ini?" ia terus dan terus bertanya pada dirinya sendiri. Semakin waktu berlalu, ia semakin dan semakin kuatir akan Beni.
Yane mulai bertanya pada Tuhan, "Tuhan, saya tidak mengerti apa lagi yang Engkau sedang ajarkan pada kami! Bagaimana lagi kami harus berdoa? Apa lagi yang harus kami doakan?"
Itulah saat ketika Yane menyadari bahwa doa mereka harus lebih spesifik.
Maka ia mengumpulkan kedua anaknya dan berkata, "Mari berdoa bagi ayah, agar ia dapat menemukan suatu pekerjaan yang baik dengan seorang atasan yang baik – seseorang yang seperti atasannya di perusahaan yang dulu."
Suatu hari, sekitar setahun lalu dari hari ini, Yane pulang dari kerja dan melihat kedua anak dan suaminya sedang berdempetan sambil membungkuk. "Ada apa ini?" tanyanya.
Ia mendengar anak-anaknya berbisik dengan gembiranya, "Tunjukkan pada ibu sekarang!"
Beni menyodorkan sebuah amplop coklat padanya. Yane pikir itu adalah sesuatu dari sekolah anak-anak.
Tapi ternyata bukan. Dengan perlahan ia menarik keluar secarik kertas dari amplop itu, ia membaca nama perusahaan, kemudian jabatan suaminya dan gajinya. Sampai di sini, ia mengangguk puas.
Namun ketika ia sampai ke bagian bawah kertas tersebut, ia kaget setengah mati. Karena ada sebuah tanda tangan. Tanda tangan milik atasan favorit Beni!
Diiringi tatapan heran anak-anaknya, Yane mulai menangis dan tertawa pada saat yang bersamaan. Ia sangat sulit untuk mempercayai hal ini!
Seperti seorang anak, ia melompat-lompat karena bahagia, dan begitu juga kedua anaknya pun ikut bahagia dan tertawa serta mengikuti ibunya melompat-lompat.
Kemudian Gabriel bertanya pada ibunya, "Ibu, mengapa engkau menangis dan tertawa pada saat yang bersamaan?"
Yane kemudian menjelaskan kepadanya, "Ibu menangis karena ibu begitu bahagia nak. Ingatkah bagaimana kamu berdoa agar ayah mendapat pekerjaan dan atasan yang baik? Lihatlah nama ini," ia menunjuk kertas yang masih ia pegang. "Kita hanya meminta seorang atasan yang seperti atasan ayah yang dulu. Tapi, Tuhan memberi ayah seorang atasan yang persis sama! Ia menjawab doa-doa kita!"
Saat itulah Gabriel mulai menangis.
"Mengapa kamu menangis?" tanya Yane.
"Karena aku juga sangat bahagia," kata anak kecil itu, kemudian seluruh keluarga saling berpelukan……Read More
Sumber : Nomor 1.com
Semoga bermanfa'at
Jazakallah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar