Senin, 31 Maret 2014

Bagaimanakah hukum tato dalam islam ? Perlu kami tekankan bahwa Tato bukanlah sebuah seni, itu hanyalah alibi untuk menghalalkan segala cara, mana ada seni yang mengotori tubuh, coba kita pikir kalo tubuh kita kena tinta /cat pasti buru-buru dan langsung kita bersihkan, betul tidak ? mengapa demikian, tanpa kita sadari bahwa hal ini adalah karena insting alami seorang manusia yang mempunyai akal bahwa bersih itu indah. Preman yang bertato saja tidak pernah menganggap bahwa tatonya adalah sebuah seni, tapi mengapa banyak para artis dan kaum remaja indonesia zaman sekarang yang mempunyai tato
dan dengan gampangnya mengatakan bahwa tato adalah seni, sekali lagi jangan terkecok, cukup gunakan akal sehat kita, dan kita anggap saja artis itu tidak menggunakan akal sehat nya untuk menghilangkan tato dibutuhkan jutaan rupiah dan itupun sangat beresiko, seni macam apa itu?

Pengertian Tattoo
Tato atau tatoo adalah melukis, “mengukir” atau merajah kulit dengan jarum dan zat pewarna dalam berbagai bentuk gambar, simbol atau sekedar coretan. ( غرز الجلد بإبر
(وحشوه بالكحل وغیره لیتغیر لونه إلى الزرقة أو الخضرة

HUKUM TATO DALAM ISLAM

مَ الوَاشِمَةَ 􀀌 ى اللهُ عَلَيْهِ وَسَل 􀀌 ي صَل 􀀘 بِ􀀌 لَعَنَ الن
وَالمُسْتَوْشِمَةَ
هُ يُزَالُ الْوَشْمُ بِالْعِلَاجِ فَإِنْ لَمْ 􀀌 فى تعليق الفرا أَن
لا بِالْجُرْحِ لَا يُجْرَحُ وَلَا إثْمَ عَلَيْهِ بعد التوبة 􀀌 يُمْكِنْ إ
Mempunyai T ato adalah Dosa Besar, Menggunakan tato hukumya adalah haram, begitu juga dengan orang yang mentato, hal ini terdapat larangan khusus dari Nabi Muhammad Sshallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dari Abu Juhaif ah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang mentato dan yang minta diberi tato.” 
(HR. Bukhari no. 5347).

Karena itu, kewajiban orang yang memiliki tato di tubuhnya, dia harus bertaubat kepada Allah, memohon ampunan dan menyesali perbuatannya. Kemudian berusaha menghilangkan tato yang menempel di badannya, selama tidak memberat kan dirinya. Namun jika upaya menghilangkan tato ini membahayakan dirinya atau terlalu memberat kan dirinya maka cukup bertaubat dengan penuh penyesalan. An-Nawawi menukil ket erangan Imam ar-Raf i’i:

“Dalam T a’liq al-Farra’ dinyat akan : tato harus dihilangkan dengan diobati. Jika tidak mungkin dihilangkan kecuali harus dilukai, maka tidak perlu dilukai, dan tidak ada dosa setelah bertaubat.” (al-Majmu’, 3:139).

Fat wa Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad Beliau mengatakan: “Tato itu haram dan bertambah keharamannya ketika seseorang menggambar sesuatu yang haram seperti hewan-hewan. Barang siapa melakukannya lalu tahu hukumnya hendaknya beristighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan jika bisa menghilangkannya tanpa menimbulkan mudarat maka semestinya itu dihilangkan.” [Pelajaran Sunan Abi Dawud Kit ab Az-Zinah, Bab La’nul wasyimah wal must ausyimah, 8/572]

Pendapat Al-Imam An-Nawawi Beliau rahimahullahu mengatakan: “…Kalau mungkin dihilangkan dengan
pengobatan maka wajib dihilangkan. Jika tidak memungkinkan kecuali dengan melukainya di mana dengan itu khawatir berisiko kehilangan anggota badannya, atau kehilangan manfaat dari anggota badan itu, atau sesuatu yang parah terjadi pada anggota badan yang tampak itu, maka tidak wajib menghilangkannya. Dan
jikalau bertaubat ia tidak berdosa. Tapi kalau ia tidak mengkhawatirkan sesuatu yang tersebut tadi atau sejenisnya maka ia harus menghilangkannya. Dan ia dianggap bermaksiat dengan menundanya. Sama saja dalam hal ini semua, baik laki-laki maupun wanita.” (Syarh Shahih Muslim, 14/332. Dinukil pula ucapan ini

فلا يخفى عليك أن وضع الوشم على الجسد
ذنب عظيم ،ومع ذلك لا تأثير له على صحة
الصلاة

dan disetujui dalam kit ab ‘Aunul Ma’bud, 11/225, dan Nailul Aut har, 6/228) (Disadur dari Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 28110) Dalam Fat awa yang lain, dinyat akan :
Tidak diragukan bahwa mentato badan adalah dosa besar, meskipun demikian hal itu tidak ada pengaruhnya dengan keabsahan shalat.
(Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 18959)

Demikianlah art ikel t ent ang hukum tato dalam agama islam, semoga orang yang bertato segera taubat dan menghapusnya, dan bagi yang anda yang ingin berniat mentatto segera membatalkannya!

Rabu, 19 Maret 2014

Cara Memasang Dan Menambahkan Widget Di Blog

Widget adalah alat atau fitur tambahan yang disediakan oleh blogger selain konten postingan untuk memudahkan kita di dalam navigasi blog atau keterangan yang ada pada blog itu sendiri sehingga pengunjung blog dapat lebih mudah mengerti dan mengenali isi dari blog kita.

Postingan ini merupakan panduan cara menambah dan memasang widget di blog untuk kalian yang belum atau ingin mengetahui bagaimana cara memasukan/menambah maupun menghapus widget di blog. Caranya sangat mudah dan praktis serta sangat mudah dimengerti.


Ada banyak widget yang disediakan oleh blogger maupun dari luar blogger dengan berbagai macam fitur dan kegunaannya. Kalian tinggal memilih sesuka hati sesuai dengan kebutuhan yang ingin ditambahkan pada blog kalian.

Berikut tahapan-tahapan caranya.

1. Login ke dalam Blogger.com

2. Pada dashboard pilih blog dari daftar blog yang kalian punya.

3. Kemudian di sebelah kolom kiri halaman pilih "Layout" atau "Tata Letak".




4. Muncul halaman layout blog kalian dan pilih "Tambahkan Gadget"  di bagian mana saja yang kalian suka.

5. Pada jendela baru yang keluar, muncul daftar berbagai macam widget yang dapat kalian tambakan ke blog kalian.

6. Contoh, kita memilih widget "Daftar Blog" kemudian selanjutnya kita mensetting bagaimana dan isi dari daftar blog itu. Klik "Simpan".

Cara Menambah Widget Di Blog




Cara Menambah Widget Di Blog


7. Kita bebas menaruh widget yang kita buat tadi dimana saja kita suka. Contoh, kita pasang widget itu di bagian footer maka kita tinggal drag dan kemudian drop pada bagian paling bawah.

8. Setelah itu, klik "simpan setelan" dan lihat hasilnya dengan klik "Lihat Blog" di bagian atas.



9. Maka tampilan baru blog kita otomatis akan terlihat widget yang baru kita tambahkan yaitu "Daftar Blog" di halaman bagian paling bawah.

Ok, semoga penjelasan Cara Menambah dan Memasang Widget Di Blog dapat dimengerti dan semoga dapat membantu pada kegiatan blog-blogan atau blogging kita.


Apa yang harus kita lakukan terha­dap kertas-kertas yang telah tak terpakai namun di dalamnya ada tulisan ayat-ayat Al-Qur’an?

Membakar dengan sengaja sesuatu, baik kertas maupun yang lainnya, yang mengandung ayat-ayat Al-Qur’an, hu­kum­nya adalah makruh. Kecuali, jika tuju­an membakarnya itu adalah untuk meme­liharanya agar tidak tersia-sia atau ter­hina, seperti terinjak orang yang lewat, atau dibuat main anak-anak yang belum mengerti ihwal itu sehingga tidak meng­hormatinya, atau dibawa ke penjual ker­tas bekas yang akhirnya bisa digunakan untuk hal-hal yang sangat merendahkan ayat-ayat Al-Qur’an, misalnya jadi pem­bungkus terasi di pasar dan sebagainya. Jika membakarnya untuk tujuan meme­li­haranya dari hal-hal seperti tersebut, hu­kumnya tidaklah makruh, melainkan mubah.
Meskipun demikian, membasuhnya, yakni menghapus tulisan itu dengan air sampai tidak kentara lagi, adalah lebih utama daripada membakarnya, jika un­tuk tujuan memeliharanya.
Dalam kitab Fath al-Mu‘in pada hamisy (sisi kitab) I‘anah ath-Thalibin juz I halaman 69 dijelaskan, “Dan dimakruh­kan membakar sesuatu yang mengan­dung tulisan Al-Qur’an kecuali bila untuk tujuan seperti memeliharanya. Tetapi membasuhnya adalah lebih utama dari­pada membakarnya.”
Sedangkan di dalam kitab al-Mughni dikatakan sebagai berikut, “Dan dimak­ruh­kan membakar kayu yang padanya terdapat tulisan ayat Al-Qur’an, kecuali jika dimaksudkan untuk memelihara Al-Qur’an, maka itu tidak dimakruhkan, se­ba­gaimana yang dipahami dari perka­taan Ibnu Abdis-Salam. Dan dengan pe­ngertian itulah kita memahami pemba­kar­an mushaf-mushaf Al-Qur’an yang per­nah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan RA.”
Berkaitan dengan persoalan di atas, kami mengingatkan kepada para pem­baca. Jika membuat undangan pernikah­an atau undangan lainnya, sebaiknya jangan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an, misalnya Bismillahirrahmanirrahim atau yang lainnya. Karena, jarang di antara kaum muslimin yang mau menjaga un­dangan-undangan yang telah tak ter­pakai lagi. Jadi, biasanya setelah itu me­reka membuangnya ke tempat sampah. Tentu saja haram membuang kertas-kertas bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an ke tempat sampah dan tempat lainnya yang tak patut. Oleh karena itu, sekaligus kepada Anda yang telah menerima undangan yang berisi ayat-ayat Al-Qur’an, kami juga mengingatkan, Anda wajib menjaga kertas undangan itu agar tidak terbuang ke tempat-tempat yang hina.


semoga bermanfa'at

NIKAH




Dalam bahasa sehari-hari, sering terucap “Nikah belum, kawin sudah” untuk menggambarkan hubungan yang belum sah. Tepatkah itu?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, kata nikah diartikan “ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama”. Jadi, nikah ya kawin.

Kaidah definisi mengatakan: Jika A sama dengan B, B pun sama dengan A. Jika nikah adalah kawin, kawin adalah nikah.

Mari kita lihat buktinya. Ternyata benar. Di KBBI, makna kawin adalah “membentuk keluarga dengan lawan jenis”, “bersuami atau beristri”. Sinonimnya menikah.

Namun, dalam semantik, ilmu tentang makna, juga dikatakan bahwa tidak ada yang namanya sinonim seratus persen. Walaupun sedikit, tentu ada bedanya.

Benar, dalam KBBI, dalam definisi kawin juga tertulis makna “melakukan hubungan kelamin”, tapi makna ini untuk hewan. Atau, ketika kawin dimaknai “bersetubuh”, itu termasuk ragam percakapan, bukan ragam formal.

Benar bahwa makna kawin dan nikah itu sama. Tapi itu hanya dalam konteks manusia dan dalam bahasa formal. Dalam konteks hewan, misalnya, tidak bisa digunakan kata nikah. Yang digunakan adalah kawin.

Nah, bagaimana makna nikah dalam terminologi Islam?

Ditulis dalam ahmadzain.com bahwa, dalam Al-Qur’an dan as-sunah, kata nikah kadang digunakan untuk menyebut akad nikah, tetapi kadang juga untuk menyebut suatu hubungan seksual.

Contoh menikah yang artinya akad nikah antara lain ada dalam firman Allah SWT, yang artinya, “Maka lakukanlah akad nikah dengan wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Adapun contoh menikah yang artinya “melakukan hubungan seksual” ada dalam firman Allah SAT, yang artinya, “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia melakukan hubungan seksual dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk nikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.”



Dari kedua makna nikah di atas, mana yang hakikat dan mana yang majaz? Para ulama berbeda pendapat.

Pendapat pertama, nikah pada hakikatnya digunakan untuk menyebut akad nikah, tapi kadang dipakai secara majaz untuk menyebutkan hubungan seksual. Ini adalah pendapat shahih dari Madzhab Syafi’iyah, dishahihkan oleh Abu Thayib, Mutawalli, dan Qadhi Husain.

Pendapat kedua, nikah pada hakikatnya dipakai untuk menyebut hubungan seksual, tetapi kadang dipakai secara majaz untuk menyebut akad nikah. Ini adalah pendapat Al-Azhari, Al-Jauhari, dan Az-Zamakhsyari, ketiga orang tersebut adalah pakar dalam bahasa Arab.

Definisi makna, dalam lingusitik modern, ilmu bahasa modern, meaning is use, makna adalah penggunaan.

Nah, bicara penggunaan, dalam konteks penggunaan bahasa Indonesia, tentu rujukan kita adalah KBBI. Maka, kami menyarankan, gunakanlah istilah nikah dan kawin sesuai konvensi yang ada dalam KBBI. Yakni, dalam konteks manusia dan bahasa formal, kawin itu ya nikah. Maka, dalam konteks ini, kata-kata “Nikah belum, kawin sudah” untuk menggambarkan hubungan yang belum sah tidaklah tepat.

Semoga Bermanfa'at

Yang Harus Di Lakukan Ketika Kita Berdengung

Kita pasti pernah merasakan atau mengalami telinga kita berdengung, atau mengeluarkan suara bunyi entah dari mana asalnya itu.

Sesungguhnya suara “nging” dalam telinga itu karena Rasulullah SAW me­nyebut orang yang telinganya bersuara itu dalam perkumpulan yang tertinggi (al-malail-a`la) dan supaya ia ingat kepada Rasulullah SAW dan membaca shalawat kepada beliau. Dalam kitab al-`Azizi `ala Jami`ish Shaghir dikatakan, “Jika telinga salah seorang kalian berdengung, hen­daknya ia mengingat aku (Rasulullah SAW) dan membaca shalawat kepadaku serta mengucapkan Dzakarallahu man dzakarani bikhayr (Allah menyebut yang menyebutku dengan kebaikan).” Imam Al-Manawi berkata, “Sesungguhnya te­linga itu berdengung ketika datang berita baik ke ruh, yaitu Rasulullah SAW telah menyebut orang tersebut (pemilik telinga yang berdengung) dengan kebaikan di al-malail-a`la (perkumpulan atau majelis tertinggi) di alam ruh.”

Oleh karena itu hendaknya kita ketika telinga berdengung maka kita di sunnahkan untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad S.A.W serta berdzikir kepada Allah SWT. bukan hanya meniup telinga kita saja.

semoga bermanfa'at